![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpUmBunPSL_4gLVo4pcLX9KNdPaf89GMIb9ti7eoB3fJgEGqitXkDvgE6tdrVWHRBIX7nHpIsvqSsMFVmWGjkjUt_BLm9hfJ9rR-DgVjhWcMq4rzD2EUC1xh6C_igz3-yJGev8rjBPZmY/s200/perdamaian-di-aceh-ilustrasi-_140110095906-125.jpg) |
Sumber gambar: republika.co.id |
Perjanjian damai antara pemerintah RI (Republik
Indonesia) dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang tanda tangani pada 25 Agustus
2005 lalu di Helsinki sudah berulang tahun Ke 12 pada tahun 2017 ini.
Perjanjian yang populer dengan sebutan
Memorandum
of Understanding (MoU) Helsinki ini difasilitasi oleh mantan presiden
Finlandia,
Martti Ahtisaari dengan menghadirkan perwakilan Republik Indonesia
(RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Masyarakat Aceh menyambut ini dengan
sukacita karna sebelumnya telah menderita akibat konflik lebih dari 30 tahun
dan musibah dahsyat Tsunami pada akhir tahun 2014. Tentu banyak imbas dari
konflik panjang tersebut seperti terganggunya tatanan sosial masyarakat,
ekonomi, dan politik serta porak-porandanya Aceh akibat Tsunami. Namun, imbas konflik
tersebut menjadi focus dalam proses perdamaian untuk segera dipulihkan.
Skenario pemulihan ini sudah tertuang dalam banyak butir-butir pasal dalam Mou
Helsinki sebagai nota kesepakatan bersama RI dan GAM. Oleh karena itu, diusia
12 tahun damai Aceh sering muncul pertanyaan sudah sejauh mana nota kesepakatan
MoU Helsinki tersebut sudah dilaksanakan?