Friday, October 6, 2017

MENUJU PERDAMAIAN ACEH PARIPURNA


Sumber gambar: republika.co.id
Perjanjian damai antara pemerintah RI (Republik Indonesia) dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang tanda tangani pada 25 Agustus 2005 lalu di Helsinki sudah berulang tahun Ke 12 pada tahun 2017 ini. Perjanjian yang populer dengan sebutan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki ini difasilitasi oleh mantan presiden Finlandia, Martti Ahtisaari dengan menghadirkan perwakilan Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Masyarakat Aceh menyambut ini dengan sukacita karna sebelumnya telah menderita akibat konflik lebih dari 30 tahun dan musibah dahsyat Tsunami pada akhir tahun 2014. Tentu banyak imbas dari konflik panjang tersebut seperti terganggunya tatanan sosial masyarakat, ekonomi, dan politik serta porak-porandanya Aceh akibat Tsunami. Namun, imbas konflik tersebut menjadi focus dalam proses perdamaian untuk segera dipulihkan. Skenario pemulihan ini sudah tertuang dalam banyak butir-butir pasal dalam Mou Helsinki sebagai nota kesepakatan bersama RI dan GAM. Oleh karena itu, diusia 12 tahun damai Aceh sering muncul pertanyaan sudah sejauh mana nota kesepakatan MoU Helsinki tersebut sudah dilaksanakan?


Aspek sosial merupakan instrumen utama dalam penyatuan kembali masyarakat pasca konflik Aceh.  Pihak yang terlibat diantaranya adalah mantan pasukan GAM baik yang ada di dalam dan luar negeri dapat kembali menyatu dengan masyarakat atau pulang kampung. Begitu pula dengan pihak aparat TNI/Polri warga aceh sebagai representasi pemerintah dalam berkonflik. Ditambah lagi dengan kelompok masyarakat yang sebelumnya sudah terpecah antara kelompok yang pro dan kontra dengan tuntutan Aceh Merdeka selama konflik Aceh. Kelompok yang pro mengklaim bahwa mereka adalah pewaris tanah indatu Aceh sehingga kehadiran pemerintah Indonesia dianggap sebagai penjajahan dan wajib dilawan. Mereka yang fanatik dengan isu tersebut mengcap bahwa yang tidak mendukung kemrdekaan disebut cuak dan pengkhianat. Sebaliknya, mereka yang pro pemerintah menyebut mereka pemberontak atau separatis karna melawan negara. Pasca damai, perpecahan dalam masyarakat selain antara GAM dan TNI/Polri ini perlahan meredup. Energi saling mengklaim dan menuduh kemudian beralih kepada penataan pembangunan sosial dimana masyarakat saling menerima kembali seperti saudara. Hal ini bisa dilihat dari budaya kehidupan sosial aceh di warung-warung kopi dimana para mantan pimpinan GAM sudah bisa duduk semeja dengan pimpinan dan anggota TNI/Polri di Aceh. Selain itu, beberapa masyarakat yang dulu saling curiga di kampung-kampung sudah bersama-sama pergi ke menasah-menasah, saling mengundang dan diundang di berbagai acara  kenduri, dimana biasanya disertai juga dengan menu kuah beulangong.    
Selanjutnya, kondisi ekonomi adalah salah satu elemen penting dalam mendongkrak taraf hidup masyarakat. Pasca damai, masyarakat seperti para anggota GAM dan masyarakat lainnya sudah dilibatkan dan bersama-sama dalam berbagai macam program perberdayaan dan pekerjaan. Dalam hal pemberdayaan, mereka diberikan modal usaha dan pendidikan penegelolaan usaha. Modal tesebut menjadi langkah awal mereka untuk memulai usaha yang sesuai dengan kondisi mereka sehingga diharapkan bisa menguatkan ekonomi mereka. Dengan bekal pengetahuan pengelolaan usaha mereka dapat menjalankan usaha dengan baik. Disamping itu, damai Aceh didahului dengan musibah dahsyat Tsunami aceh. Sehingga pada fase ini proses rehab dan rekon Aceh sangat masif baik fisik maupun non fisik. Rehab-rekon tersebut melibat pihak nasional dan international. Akibatnya peredaran uang di Aceh sangat banyak pada saat itu. Pada proses tersebut mantan GAM yang memiliki skill dan pendidikan dengan kualifikasi tertentu berserta masyarakat sudah bisa bersama dalam bekerja dalam berbagai macam pembangunan dan mendapatkan pendapatan yang besar. Sayangnya, proses rehab rekons Tsunami Aceh tidak berlangsung lama. Namun, itu bukan berarti hilangnya pekerjaan. Terbukti banyak lahir kontraktor-kontraktor baru di Aceh, bahkan tidak sedikit dari mereka adalah para mantan GAM dan masyarakan korban konflik. Ini menunjukkan bahwa ekonomi Aceh sudah mulai menguat.  
Hal yang lainnya adalah politik. Aceh mengalamai transisi politik yang sangat pesat usai MoU Helsinki dan Tsunami hingga sekarang. Betapa tidak, GAM yang bertransformasi menjadi partai-partai lokal Aceh (PA, PNA, dan PDA) berhasil mendapatkan perhatian masyarakat. Positifnya lagi, partai nasional juga sama-sama bersanding dan bersaing dengan baik. Sebagai buktinya, Pemilukada Aceh pertama dimenangkan oleh Partai Aceh, dengan menempatkan Irwandi Yusuf dan M.Nazar. Mereka berhasil terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur Aceh periode 2007-2011. Selanjutnya, Pada Pemiliukada 2012, kontestasi musim politik saat itu dimenangkan dr. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf sebagai gebernur dan wakil gubernur Aceh 2012-2017 yang diusung oleh Partai Aceh. Dan untuk periode sekarang ini, 2017-2022, masyarakat Aceh memilih Drh. Irwandi Yusuf dan Nova Irinsyah sebagai pimpinan eksekutif pemerintah Aceh. Jika melihat pada latar belakang semua tokoh tersebut bahwa Irwandi Yusuf, Zaini Abdullah merupakan tokoh intelektual GAM. Belakangan Irwandi Yusuf mendirikan Partai Nanggroe Aceh (PNA) sebagai partai lokal baru yang dinaungioleh paramantan GAM selain partai Aceh. Muzakkir Manaf adalah panglima GAM. Sementara itu, M.Nazar adalah aktivis referendum Aceh dan pernah mendirikan Partai SIRA. Nova Iriansyah adalah akademisi dan ketua partai Demokrat Aceh yang merupakan partai nasional. Perjalanan tiga periode perpolitikan Aceh ini dapat diasumsikan sebagai transisi politik yang dinamis. Selain itu bukanlah jalan mudah. Ada banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh masyarakat seperti dan sebagainya. Namun, yang pasti adalah ini merupakan proses transisi dimana penanganan teror, intimidasi, dan kriminal lainnya dipercayakan kepada negara dalam hal ini polisi sebagai pihak yang berwenang.
Damai Aceh dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik merupakan beberapa bagian yang perlu ditingkatkan dan dikuatkan secara terus menerus. Pemulihan sosial barangkali harus terus ditingkatkan adanya kepastian bahwa tidak ada lagi rasa dendam pada masyarakat dan keluarga korban pembunuhan, penculikan, penembakan, penjarahan, penyiksaan dan sebagainya semasa konflik. Ini penting karna dengan berkurang dan mudah-mudah dapat hilang akan bermamfaat terhadap terjadinya lagi konflik dimasa yang akan datang. Perwujudan ini memang tidak mudah, namun dengan kerjasama dan kesungguhan semua pihak bukan tidak mungkin akan tercapai.
Selain itu, Penguatan ekonomi masyarakat secara merata dan adil adalah suatu keharusan. Akan sangat bahaya jika masih ada dan banyak masyarakat dengan kategori miskin. Aceh, meskipun sudah 12 tahun damai dan dengan segala keistimewaannya, masih juga terdapat masyarakat yang masih miskin, yakni 16,4 persen (Kompas, 15/8/17). Jika kondisi ini tidak tertangani, maka konflik baru akan terjadi lagi. Karna banyak referensi menyebutkan bahwa penyebab konflik ada salah satunya kesenjangan ekonomi/miskin.
Terkait perwujudan damai secara politik, tokoh-tokoh dan partai-partai politik atau pihak lain yang konsen dalam politik yang ada di Aceh dapat memberi pendidikan politik positif dan bermoral kepada masyarakat. Sebagai contoh, semua peserta kontestasi politik baik pilgub, pilbup dan pileg bahkan sampai ke Pemilihan Geuchik di kampung harus berjiwa besar untuk siap menang dan kalah. Seterusnya, yang menang harus merangkul dan tidak perlu euforia berlebihan sehingga tidak memancing emosi serta amarah pihak lawan (bukan musuh). Pihak yang kalahpun sebaliknya harus berlapang dada dengan hasil yang sudah ditetapkan bahwa yang di belum menang dan siap membantu pihak yang menang. Dalam konteks ini, kita patut berbangga bahwa ada pendidikan politik yang baik pada Pemilukada Aceh 2017. Alasannya para cagub lain seperti Apa karya, Abdullah Puteh, dan Tarmizi Karim juga dikabarkan dengan jiwa besar mengucapkan selamat kepada Irwandi-Nova atas perolehan suara tertinggi. Selain itu Mualem panggilan untuk Muzakkir Manaf terlihat duduk semeja dengan akrab bersama Irwandi. Ditambahkan lagi dengan kesediaan Muzakkir Manaf sebagai cagub PA sebagai salah satu cagub terkuat yang berjiwa besar mau duduk semeja dan sepakat menghormati apapun keputusan KIP. (Serambi Indonesia, 28/2/2017). Diwaktu yang lain, Sejak awal Irwandi mengatakan siap merangkul semua pihak dalam pemerintahannya (Serambi Indonesia, 4/2/2017). Sehingga menurut pendapat penulis ini merupakan pilkada terbaik dalam sejarah Pemilikada Aceh pasca damai dan Tsunami Aceh. 
Fenomena yang dijabarkan diatas adalah hal yang mendasar dalam implementasi perdamaian Aceh. Tentu jika dilihat dalam konteks harapan dan kenyataan tentang penyelasaran sosial, ekonomi, dan politik secara paripurna/utuh belum tercapai. Tapi ini adalah hal logis karena kita berkonflik lebih dari 30 tahun ditambah Tsunami yang meluluhlantakkan Aceh. Sementara, damai aceh serta yang beberapa saat dalam kurun 12 tahun dan disertai masa rehab-rekons Aceh pasca Tsunami. Sudah tentu diperlukan proses yang tidak singkat. Oleh karena itu tulisan ini diberi judul “Menuju Damai Aceh Paripurna”. Dengan harapan kita (Aceh) akan mencapai damai sebenarnya yang ditunjukkan dengan terwujudnya kesejateraan masyarakat dalam hal sosial, ekonomi, dan politik secara menyeluruh. Amin!    

---

No comments: