Friday, January 6, 2012

Jangan Biarkan “Alien” Menggangu Damai Aceh

 “…dia adalah orang asing yang pantas disebut Alien karena malu menunjukkan existensi diri disebabkan mungkin bentuk (fisik dan non fisik)nya tidak sama (standar) dengan masyarakat biasa (manusia) kerena mereka suka dengan kekerasan dan membuat onar.” 
Hasil gambar untuk alien
Illustrasi Alien. Sumber : www.giphy.com


Menarik, membaca sebuah artikel seorang kolega berjudul “Aceh Hana Pungo” yang di poskan pada halaman blognya tanggal 06/01/2012 lalu berkaitan dengan insiden penembakan yang terjadi di Aceh akhir Desember 2011 hingga memasuki Januari 2012 dengan korban yang menurut informasi pihak terkait adalah warga non Acehnesse. Dalam hal ini mereka adalah pekerja berasal dari pulau jawa yang sedang bekerja dibeberapa tempat yang berbeda di Aceh.



Penembakan ini memicu perhatian banyak kalangan, mulai dari mahasiswa, Ormas, LSM dan rakyat secara keseluruhan. Berbagai dugaanpun bermunculan terkait motif penembakan yang dilakukan oleh pelaku mengingat masyarakat sudah merasakan indahnya rasa damai pasca ditandatngani MoU Helsinki. Sebagian masyarakat beranggapan ada hubungannya dengan “pesta rakyat” yang tidak lama lagi akan diselenggarakan di Aceh. Namun, Versi polisi mengklaim bahwa ini murni criminal.

 Penembakan memang bukanlah hal yang asing bagi warga aceh setelah menjalani konflik panjang Aceh sekitar 3 dekade lebih lamanya dengan puncaknya adalah mega musibah Tsunami melanda bumi tanah rencong ini. Semua pihak yang pernah mendeklarasikan perang dengan senjata akhirnya terpanggil hatinya untuk mengakhiri perang yang masih belum ada pemenangnya tersebut. Sebuah nota kesepahaman bernama MoU Helsinkipun digagas dengan alasan kemanusiaan dan demi rakyat atas desakan banyak pihak termasuk Internasional. Hal ini membuat rakyat aceh sedikit tersenyum, meskipun ratusan ribu jiwa melayang dan kerusakan hebat hanya dalam beberapa jam pada hari Minggu pagi 26 Desember 2004. Isi nota kesepahaman tersebut menyimpulkan bahwa perang harus berakhir di Aceh. Ini berarti bahwa semua pasukan militer baik TNI maupun TNA harus tidak lagi menenteng senjatanya. Semua pasukan militer TNI dan Polisi BKO ditarik secara bertahap dari Aceh demikian pula senjata GAM dimusnahkan secara periodik dan pasukan GAM kembali berbaur serta berintegrasi dengan masyarakat. Damai bak angin segar bagi masyarakat Aceh di mana UUPA yang juga merupakan hasil dari MoU Helsinki menjadi skenario baru dalam menjalankan pemerintahan baru di Aceh dan reintegrasi pasca konflik.

Tak hanya itu, sorotan, perhatian, dan bantuan dunia untuk rehabilitasi dan renovasi baik fisik maupun non fisik Aceh pasca Tsunami membuat masyarakat aceh seakan melihat dunia barunya bahwa ini adalah hikmah atas derita yang mereka alami sejak sekian lama. Mulai dari konflik DOM, Referendum, lalu Tsunami, hingga penerapan Syaria't Islam (Oktaviari: 2012).

Pasca MoU hingga memasuki tahun 2012, semua kepala pemerintahan mulai dari provinsi sampai kabupaten kota merupakan hasil pesta demokrasi yang dipilih langsung oleh rakyat sebagai amanah yang tertuang dalam UUPA. Pesta demokrasi tersebut diberinama PILKADA/Pemilikada yang menjadi sarana penentuan kepala daerah baik di tingkat gubernur/wakil gubernur, walikota/wakilwalikota, dan bupati/wakil bupati. Isu Pemilukada sering memunculkan euphoria bagi para pemangku politik negri ini termasuk Aceh. bahkan tak jarang euphoria itu membangkitkan syahwat politik oleh berbagai pihak yang akan ikut serta dalam PEMILUKADA tersebut. Sehingga euphoria dan sahwat politik tersebut tidak jarang berakumulasi pada “perang” baru. Perang yang dimaksud disini merupakan scope kecil yang hanya berorientasi pada hal-hal yang sifatnya sementara atau temporarily tidak tertutup kemungkinan waktu yang lama. Seperti saling menunjukkan dan menjatuhkan prestasi atau pamor sesama para calon peserta Pemilukada secara terbuka maupun tertutup (soft), dan atau mungkin ada pihak lain yang mencoba mengobok-obok Aceh dengan melakukan kekerasan dan memanfaatkan moment Pemilukada.

Sehingga beberapa waktu lalu muncul kejadian penggranatan, penembakan, di berbagai tempat di Aceh. Hal ini tentunya adalah kekerasan dan terror yang sangat meresahkan dan membuat gerah masyarakat Aceh yang sedang merasakan indahnya damai. Kegerahan itupun memunculkan banyak kecaman dari berbagai pihak dan mendesak Polisi segera menanganinya.

 Menyikapi hal tersebut ketua KAMMI Aceh, M. Muadz Munawar mengatakan aksi kekerasan bersenjata yang terjadi di Aceh sejak beberapa bulan terakhir sudah sangat meresahkan warga, apalagi aksi yang terjadi selama ini justru saat masyarakat Aceh tengah menikmati masa perdamaian dan menjelang pemilihan kepala daerah (Acehkita 01/01/2012). Lebih lanjut Pema Unsyiah juga memprihatinkan kasus penggranatan di Lampriek yang telah melukai tiga orang warga sipil dan meminta polisi secepatnya mengusut kasus ini agar kasus serupa tak terulang serta meminta polisi memperketat keamanan di Provinsi Aceh untuk menyambut pilkada (Serambi Indonesia, 3/12/2011). Senada dengan hal tersebut, ketua LSM IMPARSIAL Otto Samsuddin Ishak mengatakan kekerasan bersenjata yang terjadi belakangan ini di Aceh bukanlah kekerasan kriminal biasa karena jika dirunut ke belakang, setiap ada peristiwa kekerasan pasti terkait situasi politik lokal (Antaranews. 06/01/2012). Lain halnya dengan Djoko Suyanto, Menkopolhukam RI, yang mengatakan bahwa penembakan yang terjadi pada waktu itu lebih terkait dengan permasalahan bagaimana penduduk setempat yang diberdayakan dalam pekerjaan-pekerjaan dan program pembangunan daerah, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial antarsesama warga (Antaranews, 05/01/2012).

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas bisa diketahui kekerasan hanyalah akan menimbulkan rasa pahit yang harus dibayar mahal. Pastinya semua masyarakat khususnya Aceh ingin mersakan indahnya hidup tanpa kekerasan. Maka oleh karena itu siapapun pelakunya, apapun motifnya ia adalah orang asing yang pantas disebut Alien karena malu menunjukkan existensi diri disebabkan mungkin bentuk (fisik dan non fisik)nya tidak sama (standar) dengan masyarakat biasa (manusia) yang mereka suka dengan kekerasan dan membuat onar. Kepada polisi sebagai pihak yang bertanggung jawab agar melaksanakan fungsi dengan baik untuk mengungkap dan menangkap pelaku kekerasan tersebut karena mereka hanya hanya kelompok kecil dari kelompok besar (masyarakat) yang cinta akan kedamaian.

 Semoga !!!

No comments: